PEMBAHARUAN

............ Bagi siswa siswa kelas X, kata sandi telah diperbaharui pada 8-4-2016, yang mau posting di Blog SMK Bukateja (Blog siswa) harap menghubungi nomor : 081391031086

Selasa, 05 April 2016

JENDRAL SUDIRMAN VS BELANDA

Pasukan TNI di bawah komando Letnan Kolonel Soeharto berhasil merebut kembali Yogyakarta, dan menyebabkan Belanda kehilangan muka di mata internasional; Belanda sebelumnya menyatakan bahwa TNI sudah diberantas.Karena semakin meningkatnya tekanan dari PBB, maka pada 7 Mei 1949 Indonesia dan Belanda menggelar perundingan,
yang menghasilkan Perjanjian Roem-Royen. Perjanjian ini menyatakan bahwa Belanda harus menarik pasukannya dari Yogyakarta, beserta poin-poin lainnya. Belanda mulai menarik pasukannya pada akhir Juni, dan para pemimpin Indonesia di pengasingan kembali ke Yogyakarta pada awal Juli. Soekarno lalu memerintahkan Sudirman untuk kembali ke Yogyakarta, tapi ia menolak untuk membiarkan Belanda menarik diri tanpa perlawanan; ia menganggap pasukan TNI pada saat itu sudah cukup kuat untuk mengalahkan pasukan Belanda. Pada tanggal 10 Juli, Sudirman dan kelompoknya kembali ke Yogyakarta, mereka disambut oleh ribuan warga sipil dan diterima dengan hangat oleh para elit politik di sana.Soedirman lahir di Bodas Karangjati, Purbalingga, Jawa Tengah, 24 Januari 1916 – meninggal di Magelang, Jawa Tengah, 29 Januari 1950 pada umur 34 tahun. Soedirman dibesarkan dalam lingkungan keluarga sederhana. Ayahnya, Karsid Kartowirodji, adalah seorang pekerja di Pabrik Gula Kalibagor, Banyumas, dan ibunya, Siyem, adalan keturunan Wedana Rembang. Soedirman sejak umur 8 bulan diangkat sebagai anak oleh R. Tjokrosoenaryo, seorang asisten Wedana Rembang yang masih merupakan saudara dari Siyem. Perang GerilyaSudirman pergi ke rumah dinasnya dan mengumpulkan dokumen-dokumen penting, lalu membakarnya untuk mencegahnya jika dokumen tersebut jatuh ke tangan Belanda. Bersama sekelompok kecil tentara dan dokter pribadinya, mulai bergerak ke arah selatan menuju Kretek, Parangtritis, Bantul. Selama berada di Kretek, Sudirman memberikan perintah kepada tentaranya agar menyamar ke kota yang telah diduduki oleh Belanda untuk melakukan pengintaian, dan meminta istrinya menjual perhiasannya untuk membantu mendanai gerakan gerilya. Setelah beberapa hari di Kretek, ia dan kelompoknya melakukan perjalanan ke timur di sepanjang pantai selatan menuju Wonogiri.Sudirman akan mengontrol para gerilyawan dari Jawa Timur, yang masih memiliki beberapa pangkalan militer untuk menghadapi perlawanan Belanda. Sadar bahwa Belanda sedang memburu mereka, pada tanggal 23 Desember ia memerintahkan pasukannya untuk melanjutkan perjalanan ke Ponorogo.Di Ponorogo, mereka berhenti di rumah seorang ulama bernama lalu memberikan sebuah tongkat untuk Sudirman yang membantunya berjalan, meskipun Sudirman terus dibopong dengan menggunakan tandu di sepanjang perjalanan. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke timur.Pada tanggal 27 Desember, Sudirman dan anak buahnya bergerak menuju Desa Jambu dan tiba pada 9 Januari 1949. Di sana, ia bertemu dengan beberapa menteri yang tidak berada di Yogyakarta saat penyerangan: Supeno, Susanto Tirtoprojo, dan Susilowati. Sudirman berjalan ke Banyutuwo sambil memerintahkan beberapa tentaranya untuk menahan pasukan Belanda. Di Banyutuwo, mereka menetap selama seminggu lebih. Namun, pada 21 Januari, tentara Belanda mendekati desa. Ia dan rombongannya terpaksa meninggalkan Banyutuwo.Kurang lebih selama tujuh bulan ia berpindah-pindah dari hutan yang satu ke hutan yang lainnya dan dari daerah satu ke daerah yang lainnya. Sudirman dan Hutagalung mulai membahas kemungkinan untuk melakukan serangan besar-besaran terhadap Belanda. Sudirman memerintahkan Hutagalung untuk mulai merencanakan serangan besar-besaran, dengan prajurit TNI berseragam akan menyerang Belanda dan mununjukkan kekuatan mereka di depan wartawan asing dan tim investigasi PBB. Hutagalung, bersama dengan para prajurit dan komandannya, Kolonel Bambang Sugeng, serta pejabat pemerintahan di bawah pimpinan Gubernur Wongsonegoro, menghabiskan waktu beberapa hari dengan membahas cara-cara untuk memastikan agar serangan itu berhasil. Pertemuan ini enghasilkan rencana Serangan Umum 1 Maret 1949; pasukan TNI akan menyerang pos-pos Belanda di seluruh Jawa Tengah.
Pada tangal 29 Januari 1950, Jenderal Soedirman meninggal dunia di Magelang, Jawa Tengah karena sakit tuberkulosis parah yang dideritanya. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara di Semaki, Yogyakarta. Ia dinobatkan sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan. Pada tahun 1997 dia mendapat gelar sebagai Jenderal Besar Anumerta dengan bintang lima, pangkat yang hanya dimiliki oleh beberapa jenderal di RI sampai sekarang. Lebih lengkap klik disini.

Nama : Khoerul Anam (22)
             Rendi Susilo (32)
Kelas : X MM 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar